Tanggapi Tuduhan Plagiat, Muhammad Nur Tegaskan Siap Bertanggung Jawab

--
DISWAY,SULSEL-Muhammad Nur, alumni Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, menyampaikan klarifikasi resmi atas tuduhan plagiarisme yang dilayangkan kepadanya oleh Muhammad Fadli Kurniawan.
Klarifikasi ini disampaikan Muhammad Nur dalam pernyataan tertulis yang diterima awak media, pada Sabtu, 5 Juli 2025.
Dalam pernyataannya, Muhammad Nur menjelaskan bahwa polemik tersebut bermula dari surat elektronik yang dikirimkan Muhammad Fadli pada 27 Juni 2025.
Surat tersebut menyatakan bahwa dirinya diduga telah melakukan plagiarisme terhadap karya ilmiah Fadli berjudul "Tradisi Anggaru Tubarani Goa: Dari Ritual Menjadi Pertunjukan Populer".
"Setelah menerima email tersebut, saya langsung menghubungi saudara Fadli melalui WhatsApp dan menyampaikan permohonan maaf sedalam-dalamnya atas kelalaian saya dalam menulis jurnal mengenai tradisi Anggaru di Maros," ujar Muh Nur, dalam keterangan resmi.
Muhammad Nur menegaskan bahwa ia tidak memiliki niat untuk menjiplak karya orang lain, dan kekeliruan yang terjadi semata-mata bersifat teknis, khususnya pada bagian tinjauan pustaka.
Ia menyebut, meskipun referensi telah tercantum dalam daftar pustaka, penulisan kutipan di dalam teks belum mencantumkan sumber primer secara memadai.
"Ini adalah kelalaian saya pribadi. Saya sangat menyadari pentingnya menjaga etika akademik dan menghargai hasil kerja ilmiah orang lain," tegasnya.
Muhammad Nur menyebut bahwa setelah komunikasi awal, ia dan Muhammad Fadli terus berinteraksi hingga tanggal 4 Juli 2025. Dalam komunikasi tersebut, Fadli mengajukan surat tuntutan tertanggal 4 Juli 2025 yang memuat enam poin koreksi dengan tenggat waktu hingga 17 Juli 2025 untuk penyelesaian revisi.
Namun, ia mengaku terkejut ketika pada 4 Juli 2025 pukul 17.28 WIB, sejumlah media mempublikasikan pemberitaan berjudul "Kronologi Heboh Jurnal Alumni di Plagiat Mahasiswa 2 Prof. M. Makassar". Pemberitaan ini muncul ketika ia sedang melakukan revisi sesuai tuntutan yang diajukan.
"Pemberitaan yang disebarluaskan sebelum tenggat waktu revisi selesai sungguh saya sayangkan. Proses akademik semestinya ditempuh secara proporsional dan beretika, bukan dengan cara yang berpotensi membentuk opini sepihak," ujarnya.
Nur juga menjelaskan secara rinci perbedaan mendasar antara penelitiannya dan penelitian Muhammad Fadli. Menurutnya, perbedaan itu antara lain.
Judul penelitian berbeda. Penelitian Muhammad Nur berjudul "Terhadap Tradisi Anggaru di Kabupaten Maros Perspektif URF (adat diakui secara syariat)", sedangkan karya Muhammad Fadli berfokus pada Kabupaten Gowa.
Lokus penelitian berbeda, yakni Maros dan Gowa. Pendekatan metodologis berbeda, yaitu pendekatan hukum Islam (Urf) dalam penelitian Muhammad Nur, sedangkan Fadli menggunakan pendekatan budaya lokal.
Jumlah informan berbeda, yaitu 14 informan dalam penelitian Muhammad Nur dan 1 informan dalam penelitian Fadli.
Ia juga meluruskan pencantuman nama Prof. Dr. H. Muhammad Balkri, M.A., dan Prof. Dr. Fatmawati dalam artikel jurnal.
Muhammad Nur mengakui bahwa keduanya adalah pembimbing akademik tesisnya, namun pencantuman nama belum melalui konfirmasi formal.
"Saya menyampaikan permohonan maaf atas kekeliruan administratif ini," tambahnya.
Terkait tuduhan plagiarisme, Muhammad Nur kembali menegaskan bahwa persoalan hanya menyangkut sebagian kutipan di tinjauan pustaka yang belum tertulis lengkap sumber primernya.
Ia menekankan bahwa substansi hasil penelitian berbeda, dan tidak ada unsur kesengajaan dalam kelalaian tersebut.
"Ini merupakan kelalaian akademik yang saya akui dan akan saya perbaiki. Saya siap bertanggung jawab penuh dan menyelesaikan semua proses sesuai prosedur akademik," tegas Muhammad Nur.
Di akhir pernyataannya, Muhammad Nur berharap persoalan ini tidak diviralkan secara masif sehingga memunculkan persepsi yang tidak utuh terhadap proses penyelesaian yang masih berjalan.
Ia mengaku sudah berupaya untuk menyelesaikan kasus secara kekeluargaan, termasuk mengajukan permohonan pencabutan artikel dari jurnal, melakukan revisi, dan menindaklanjuti enam poin koreksi.
"Persoalan ini bukan sesuatu yang layak menjadi komoditas publik jika niatnya memang untuk mendidik dan memberikan pembelajaran. Saya berharap penyelesaian ditempuh dengan cara yang lebih elegan," pungkasnya.
Pernyataan ini ditutup dengan komitmen Muhammad Nur untuk tetap terbuka dan kooperatif dalam menuntaskan proses penyelesaian akademik dengan pihak-pihak terkait. (*)
Sumber: