Warga Makassar Tolak PSEL di Permukiman Tamalanrea

Warga Makassar Tolak PSEL di Permukiman Tamalanrea

--

DISWAY,  SULSEL  — Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di Kota Makassar menuai penolakan keras dari warga. 

Puluhan orang dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari orang tua siswa, guru, aktivis lingkungan, hingga tokoh masyarakat, turun ke jalan dan menggelar unjuk rasa di depan Kantor DPRD Makassar, Rabu (6/8).

Aksi itu digerakkan oleh kekhawatiran atas dampak pembangunan fasilitas pengolahan sampah berbasis insinerator yang direncanakan dibangun di kawasan padat penduduk, tepatnya di sekitar Mula Baru, Tamalalang, Alamanda, dan Akasia — wilayah yang juga berdekatan dengan sekolah dan pemukiman warga.

Dalam aksi tersebut, warga membawa berbagai atribut protes, mulai dari poster bertuliskan “Kampung Bukan Tempat Sampah” hingga spanduk besar dengan pesan “Rela Mati Demi Masa Depan”. 

Sejumlah perempuan tampak memimpin orasi, menyerukan penolakan terhadap proyek yang dinilai mengancam lingkungan dan kesehatan warga.

Koordinator aksi, Hj Asiz, menegaskan bahwa proyek PLTSa yang digarap oleh PT Sarana Utama Energy (SUS) merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), namun dinilai bertentangan dengan prinsip keberlanjutan dan keadilan ekologis.

"Ini bukan sekadar proyek infrastruktur, ini darurat krisis ekologi. Pemerintah seharusnya melindungi rakyat, bukan mengorbankan mereka untuk proyek yang belum jelas dampaknya," ujar Hj Asiz.

Menurutnya, insinerator yang digunakan dalam PLTSa berpotensi menghasilkan emisi berbahaya seperti dioksin, furan, dan partikel halus PM 2,5 — senyawa beracun yang diketahui bersifat karsinogenik dan berbahaya bagi perkembangan anak-anak.

"Polutan dari insinerator tidak mengenal batas. Mereka terbawa angin, mencemari tanah dan air, lalu masuk ke tubuh manusia melalui rantai makanan," katanya.

Warga juga mengkritik potensi beban anggaran daerah yang akan muncul jika proyek ini tetap berjalan. Dalam skema PLTSa, pemerintah biasanya dibebani kewajiban membayar tipping fee kepada operator selama puluhan tahun.

"Daripada uang rakyat dipakai untuk bakar sampah, lebih baik dialihkan ke pendidikan, kesehatan, atau program pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan," tambah Hj Asiz.

Massa aksi membacakan pernyataan sikap dari Aliansi GERAM PLTSa. Mereka menyatakan, menolak keras pembangunan PLTSa oleh PT SUS di wilayah Mula Baru, Tamalalang, Alamanda, dan Akasia.

Pihak aksi mendesak Pemkot Makassar dan DPRD untuk menghentikan proyek ini demi keselamatan rakyat dan lingkungan hidup.

Selain dampak lingkungan dan ekonomi, warga juga menyoroti proses perencanaan proyek yang dinilai tidak transparan dan minim partisipasi publik. Sosialisasi oleh pihak perusahaan dinilai hanya formalitas dan tidak melibatkan seluruh warga terdampak secara sah.

Sumber: