Tangan Atas
<strong>Oleh: Dahlan Iskan</strong> <div align="left"> <p dir="ltr"><strong>SAYA</strong> kembali menghadiri forum komunitas Tangan di Atas (TDA). Kemarin sore. Di Surabaya. Yang dibahas Bagaimana Bangkit dari Bisnis yang Hancur.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Anggota TDA adalah anak-anak muda yang terjun di bisnis. Mereka ingin agar umat jangan lagi jadi tangan di bawah: miskin.</p> </div> <p dir="ltr">Mereka bukan pengusaha besar batu bara: yang ketika terjadi Covid-19 justru meraup laba tak terkirakan. Sampai ada yang tiba-tiba menjadi orang terkaya di Indonesia. Mengalahkan keluarga Djarum, Gudang Garam, Eka Tjipta Wijaya, dan orang-orang terkaya lama.</p> <p dir="ltr">Saya sendiri memilih tidak mau memberi nasihat di forum itu. Saya belum berhasil bangkit. Saya masih seperti ayam yang mati di lumbung. Maka saya minta tiga anggota TDA naik panggung. Yakni mereka yang benar-benar sudah bangkit dari kematian akibat Covid-19.</p> <div align="left"> <p dir="ltr">Dari enam anggota yang naik panggung, semuanya sempat mati di saat pandemi. Tidak ada satu pun yang tiba-tiba justru kaya.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Salah satunya pemilik resto ayam bakar. Di Tulungagung. Waktu itu ia baru saja berkibar: mampu membuka resto kedua. Ternyata Covid datang. Langsung mati. Dasar anak muda, ia cari akal: jualan suara. Voice over. Ia sadar suaranya baik. Ia menawarkan diri di internet: sebagai pengisi dubbing suara. Bayarannya dolar. Ada perusahaan di Turkiye yang meminati suaranya.</p> </div> <p dir="ltr">Setelah Covid berlalu jiwa dagangnya bangkit lagi: dagang beras dan gula. Ambil langsung dari pabrik. Dijual ke pengecer. Omzetnya kini sudah lebih tinggi dari waktu buka ayam bakar.</p> <div align="left"> <p dir="ltr">Ada juga Yazerlin Nadila Balqis. Lulusan ITB Bandung. Jurusan bisnis. Kini jualan sayur. Ke hotel-hotel dan restoran. Omzetnyi sudah mendekati Rp 500 juta/bulan. Sudah lebih besar dari sebelum Covid.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Ayah Zerlin pedagang sayur tradisional. Zerlin ambil alih. Dia bangun jaringan modern. Berhasil.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Yang spektakuler adalah Ria Zia Ulfah. Zia punya usaha spa bayi. Kini, setelah Covid, justru sudah punya tiga outlet. Total yang pernah ditangani outlet Zia sudah 13.517 bayi.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Waktu Covid datang, Zia baru setahun membuka spa bayi. Karyawannyi, 9 orang, diliburkan. Zia pun mantab –makan tabungan. Sisa uangnyi terkuras.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Ketika Covid mulai reda seorang karyawan Zia datang untuk curhat: kehabisan uang untuk hidup. Dia seorang bidan. Dialah yang merayu Zia untuk mulai buka spa bayi kembali.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Zia menerima ide itu. Kasihan. Maka dicarilah cara agar orang tua bayi merasa aman: bayi mereka tidak akan terkena Covid. Zia dan para bidannyi menerapkan disiplin tinggi terkait dengan prosedur kesehatan.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Zia sendiri seorang bidan. D-3 kebidanan Muhammadiyah Sidoarjo. Lalu S-1 kebidanan Universitas Airlangga.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Awalnya Zia bekerja di rumah sakit. Jadi pegawai negeri. Sepuluh tahun menjadi bidan RS Zia menguasai persoalan di seputar bayi, ibu bayi dan psikologi para ibu muda.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Maka Zia sampai pada putusan: berhenti sebagai pegawai negeri di RSUD. Dia ingin buka spa bayi. Dia tahu: pasarnya ada. Yang penting harus bisa memberikan value pada para ibu muda.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Nilai apakah yang terpenting yang bisa Zia berikan?</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Zia tahu: kebahagiaan yang sempurna. "Yakni kebahagiaan seorang ibu muda," ujarnyi. Kebahagiaan.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Mempunyai anak adalah sebuah kebahagiaan. Tapi bahagia itu bisa berubah seketika menjadi beban. Terutama ketika bayinyi sering menangis. Malam-malam. Sang ibu tidak bisa tidur. Tersiksa. Bahagia campur siksa. Silih berganti.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">"Apalagi kalau mertua perempuan mulai bertanya: kok si bayi nangis terus. Si ibu langsung stres," ujar Zia. Seolah sang menantu dapat rapor merah dari mertua: tidak bisa jadi ibu yang baik.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Penyebab bayi menangis, katanyi, ada tiga: lapar, kurang nyaman, dan emosi. Itu sesuai sekali dengan ilmu yang Zia dapat disertai pengalaman panjangnyi sebagai bidan.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Maka seorang ibu harus cepat mengenali: menangis karena apa. Tidak tentu harus tiga jam sekali menyusu. Bisa jadi 2 jam. Bisa jadi 4 jam. "Mengajarkan bayi perlu minum susu tiap tiga jam kurang tepat. Jangan pakai patokan jam. Pakailah hasil pengenalan Anda sendiri pada perilaku bayi," ujar Zia.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Maka Zia mengajarkan bagaimana seorang ibu cepat mengenali perilaku bayi masing-masing.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Zia kurang setuju bayi langsung dipisah dari ibunya. Sampai dipisah ruangannya. Pun dengan alasan agar ibu si bayi bisa tidur enak. Agar tidak terganggu tangis bayi. "Itu membuat seorang ibu kurang cepat bisa mengenali perilaku bayinyi," ujar Zia.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Penyebab lain bayi nangis adalah kurang nyaman. Umumnya karena masalah popok yang harus diganti. Basah oleh air kencing. Atau cara pasang popok yang kurang baik.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">"Kalau sudah menyusu dan ganti popok masih juga menangis itu karena masalah emosi. Itulah perlunya pelukan ibu. Dipeluk itu memberikan kenyamanan emosi," ujar Zia.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Bayi umur berapa bisa mulai ditangani?</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">“Baru lahir pun sudah bisa kami tangani. Justru kian dini kian baik. Agar si ibu tidak keburu disiksa oleh bayi," katanyi.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Zia menerima sistem paket: dua kali kunjungan sehari. Selama selapan –dari lahir sampai umur 35 hari. Lengkap dengan penjelasan kepada si ibu.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Bisa juga datang ke rumah bayi per kasus: berdasar panggilan sesaat.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Kini klinik Zia sudah berbentuk perusahaan perseroan terbatas (PT). Dia mengajak tiga teman sebagai pemegang saham: satu orang ahli digital marketing, satu orang ahli keuangan, dan satu orang untuk pemimpin operasional.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Zia dan suami sebagai pemegang saham terbesar. Zia menjabat direktur. Sang suami jadi komisaris. "Suami sekaligus konsultan saya," ujar Zia.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Sang suami juga orang Sidoarjo. Lulusan Ekononi Islam, Universitas Airlangga. Setelah lulus kuliah, suami Zia juga buka usaha. Mereka dulu sama-sama sebagai aktivis remaja masjid. Kini dikaruniai dua anak.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Spa bayi ternyata termasuk yang cepat bangkit.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">"Bagaimana cara Pak Dahlan untuk bangkit? Lewat cara apa?" tanya peserta.</p> </div> <div align="left"> <p dir="ltr">Saya agak bingung menjawabnya secara serius. Juga makan waktu. Maka saya jawab saja pertanyaan itu secara spontan: lewat olahraga setiap hari! (<b>Dahlan Iskan</b>)</p> </div>
Sumber: