Kejari Kantongi Calon Tersangka Kasus Korupsi Lahan Sampah di Era IAS
<strong>DISWAY, MAKASSAR --</strong> Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar telah mengantongi calon tersangka atas kasus dugaan korupsi pembebasan lahan persampahan di era kepemimpinan Ilham Arief Sirajuddin sebagai Wali Kota Makassar pada 2012, 2013 dan 2014. Ini seiring setelah dilakukan pemeriksaan puluhan saksi. Kepala Seksi Bidang Pidsus Kejari Makassar, Arifuddin Achmad mengatakan, sudah 25 saksi yang telah diambil keterangannya di tahap penyidikan dalam perkara tersebut. "Sudah 25 saksi. Iya (sudah ada calon tersangka,red)," singkat Arifuddin melalui keterangan tertulisnya, Senin kemarin. Diketahui kasus dugaan korupsi ini telah bergulir di Kejari Makassar sejak 2021 lalu, kemudian statusnya naik ke tahap penyidikan 2023. Awalnya kasus ini ditangani oleh Bidang Intelijen, lalu dilimpah ke Bidang Pidsus Kejari Makassar guna pengusutan lebih lanjut. Perjalanan kasus ini, pengusutan di Pidsus dimulai berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-01.a/P.4.10/Fl.1/10/2022 Tanggal 4 Oktober 2022. Ditemukan dugaan penyimpangan dalam Pembebasan Lahan Industri Pengelolaan Sampah pada Pemerintah Kota Makassar yang terletak di Kelurahan Tamalanrea Jaya, Kecamatan Tamalanrea, rentan waktu tahun anggaran 2012-2014. Kemudian hasil ekspose Kejari Makassar pada 16 Mei 2023 lalu, terkait penanganan perkara tersebut ditemukan perbuatan melawan hukum, sehingga ditingkatkan ke tahap penyidikan guna memperoleh dua alat bukti yang cukup. Anggaran pembebasan lahan persampahan yang dilakukan secara bertahap diduga bermasalah. Rinciannya, pada 2012 luas lahan yang dibebaskan 5.833 meter persegi dengan nilai Rp3.499.000.000, (DPA Rp.3.520.250.000). Kemudian 2013, luas lahan yang dibebaskan adalah 65.186 meter persegi dengan nilai sebesar Rp39.111.600.000. (DPA Rp37.436.743.850). Lalu 2014, luas lahan yang dibebaskan 3.076 meter persegi dengan nilai sebesar Rp1.845.600.000 (DPA Rp30.050.400.000). Pembebasan lahan ini berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Makassar Nomor: 590.05/452/Kep.III/2012, tanggal 8 Maret 2012 tentang pembentukan panitia pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kota Makassar Tahun Anggaran 2012. Dalam prosesnya, terdapat indikasi kegiatan tersebut dilaksanakan tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Itu terlihat mulai dari perencanaan, penetapan lokasi, penyuluhan, identifikasi dan invetarisasi atas penguasaan tanah, penilaian harga tanah, musyawarah, pembayaran ganti rugi. Serta pelepasan hak sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 sebagai dasar pengadaan tanah bagi kepentingan umum pada masa itu. Adapun luasan secara keseluruhan lahan sampah yang hendak dibebaskan kala itu 12 hektare dengan total anggaran Rp70 miliar lebih, tapi belakangan bermasalah, karena tak dapat disertifikatkan oleh Pemerintah Kota. Sehingga anggarannya habis dan lahan yang telah dibayarkan tak jelas statusnya. Bahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak pernah dilibatkan dalam proses pembebasan lahan dan pengadaan tanah tersebut. Padahal berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, Peraturan Presiden RI (Perpres) No. 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan Umum dan Peraturan Kepala BPN RI No. 5 tahun 2012 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan tanah, seharusnya ini Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar bertindak selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Selain itu, Pemkot Makassar di era IAS juga diduga tidak melibatkan jasa penilai atau penilai publik untuk menilai besaran ganti kerugian yang akan nantinya dibayarkan oleh instansi yang memerlukan tanah. Jasa penilai atau penilai publik tersebut ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah atau Kantor BPN Kota Makassar. Fakta lainnya Pemkot Makassar pernah mengajukan permohonan untuk sertifikasi lahan yang telah dibebaskan seluas 12 hektare kepada BPN Kota Makassar berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Pemkot. Namun permohonan tersebut ditarik kembali oleh Pemkot lantaran tak dapat menunjukkan batasan-batasan lahan yang telah dibebaskan. Terpisah, lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) meminta Kejari Makassar memaksimalkan penyidikan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan industri pengelolaan sampah Kota Makassar tersebut. "Kita harap Kejari Makassar memiliki besar menangani kasus dugaan korupsi. Ini yang sangat kita harapkan, kerja-kerja cepat dan punya semangat yang tinggi dalam pemberantasan korupsi," pinta Wakil Ketua Eksternal ACC Sulawesi Anggareksa. (BAR)
Sumber: