DISWAY, SULSEL – Ketua DPD I Partai Golkar Sulawesi Selatan, Taufan Pawe, meminta anggota Fraksi Golkar di DPRD Sulsel untuk membuktikan kebenaran formil dan materil terkait wacana hak angket penyelamatan lahan milik Pemprov Sulsel di kawasan Center Point of Indonesia (CPI).
Meski demikian, Taufan mengaku enggan terlalu jauh mencampuri proses Hak Angket yang tengah digulirkan.
“Begini, saya hanya menyikapi hak angket, itu hak konstitusional dari anggota dewan. Saya sebagai kader Golkar, Ketua DPD I, tidak boleh terlalu jauh melakukan pelibatan dengan rencana hak angket itu. Karena hak angket ini instrumennya cukup rumit, tidak boleh hanya Golkar saja,” ujar Taufan usai melakukan rapat dengan fraksi Golkar DPRD Sulsel, Kamis, 14 Agustus 2025.
Menurut Anggota Komisi II DPR RI itu, jika substansinya jelas, Golkar tidak menutup diri untuk terlibat, namun harus melalui kajian terlebih dahulu.
“Saya sampaikan tadi, untuk wacana hak angket itu jangan lupa mencari kebenaran formil dan kebenaran materil. Kita tidak hanya melihat dokumen-dokumen yang ada. Tapi saya tantang kepada teman-teman fraksi di provinsi ini, cari kebenaran materilnya, on the spot turun ke sana. Bahkan saya tantang, saya undang ke Komisi 2 kalau memang dibutuhkan,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi D DPRD Sulsel dari Fraksi Golkar, Kadir Halid mengungkapkan, sebanyak 30 anggota dewan telah menandatangani usulan Hak Angket CPI, berasal dari Fraksi Golkar, NasDem, PPP, PKS, PKB, dan PAN.
Menurut Kadir, tujuan utama pengajuan Hak Angket untuk mengembalikan aset milik Pemprov Sulsel seluas 12,11 hektare yang berada di kawasan CPI.
Ia menilai, jika mengacu pada nilai pasar saat ini yang mencapai sekitar Rp20 juta per meter persegi, total nilai aset tersebut mencapai Rp2,4 triliun.
“Angket ini bertujuan mengembalikan aset Pemprov. Kerja sama CPI sudah berlangsung lebih dari 13 tahun. Namun, aset yang seharusnya menjadi milik Pemprov justru belum jelas statusnya,” kata Kadir.
Ia menyoroti proses kerja sama reklamasi dengan PT Yasmin Bumi Asri selaku pengembang reklamasi di kawasan CPI yang dinilai bermasalah. Pasalnya, dari total 157 hektare lahan yang direncanakan, baru 106 hektare yang telah direklamasi, dan hanya 38 hektare yang diserahkan kepada Pemprov.
Padahal, 12 hektare di antaranya memang merupakan aset Pemprov sejak sebelum kerja sama dimulai.
“Kerja sama ini sudah mengalami adendum sebanyak empat kali. Tapi progres reklamasi dan serah terima tidak sesuai dengan perjanjian awal. Kita ingin menelusuri apakah ada kerugian yang dialami Pemprov,” lanjutnya.
Digulirkannya Hak Angket tersebut, PT Yasmin dianggap tidak merealisasikan kewajibannya hingga saat ini. Padahal, sudah addendum ke IV perjanjian kerjasama (PKS) antara PT Yasmin dan Pemprov Sulsel.
PT Yasmin diberi kewenangan melakukan reklamasi 157 hektare di CPI, dengan catatan menyerahkan ke Pemprov Sulsel seluas 50 hektare, tapi belum terealisasi. ***