Mewaspadai Keringnya "Jerami" Sosial Negeri

Rabu 19-11-2025,14:54 WIB
Oleh: Support Disway

 

Paling berbahaya adalah ketika teknologi informasi dijadikan sebagai sarana pendidikan, doktrin, belajar bersama, dalam rangka penularan,  regenerasi, rekrutmen, penggalangan,  perluasan dan pengembangan budaya kekerasan, intoleransi, ekstremisme, radikal terorisme, dan disharmoni. Sekali lagi, remaja yang dalam kondisi kering "jerami" sosialnya akan menjadi sasaran empuk pengembangan budaya kekerasaan. 

 

Muncul ancaman “home-grown”  pada isu radikal terorisme yang operasinya tidak memerlukan jaringan, kontak, atau perjalanan untuk berlatih di luar negeri, atau pada kasus-kasus di mana hal ini dirasa terlalu berisiko. 

 

Berbagai kanal aplikasi telegram, twitter, instagram, whatsapp, facebook, tiktok, youtube dan lain-lain  menjadi ajang interaksi, tutorial dan aksi. Dita dan Siska, gadis muda remaja yang terseret ke lingkaran kelompok radikal terorisme, misalnya  mengaku belajar terorisme di grup bernama 'Turn Back Crime' di aplikasi telegram. Keduanya juga belajar otodidak melalui aplikasi whatsapp (Majalah Tempo Edisi 28 Mei 2018).

 

Pelaku peledakan "bom" di SMAN 72, selain sering di bullying, juga disinyalir terpapar ide dan prilaku kelompok radikal terorisme melalui group TCC (True Crime Community) (ungkap Komjen Eddy Hartono, Kepala BNPT di Mabes Polri, Jakarta Selatan (detiknews, 18/11/2025).

 

Munculnya game online yang bernuangsa perang menggunakan senjata api kategori first person shooter (FPS) ataupun battle royal seperti PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG), disinyalir menjadi salah satu pemicu prilaku kekerasan. "Lost saga dan dragon nest",  jenis game online yang mempersyaratkan menang dan membunuh musuh untuk mendapatkan poin dan naik level. "Point blank dan counter strike online",  adalah game online  tembak menembak dengan secara jelas memperlihatkan yang tertembak meledak dan darahnya terciprat ke layar monitor pemain game online tersebut. 

 

Keterpaparan kekerasan melalui media sosial di atas, akan meningkatkan pikiran, sikap dan prilaku agresif. Lebih rentan lagi, bila menimpa anak dan remaja yang telah menghadapi kerentanan seperti sering marah, penyakit mentalitas, stress, korban builying, kecewa, cemas,  teralienasi, tidak diperhatikan, dan berbagai penyakit psikologis lainnya. 

 

"Bom Kekerasan" terlihat dari fenomena kekerasan di masa 20-25 tahun terakhir ini. Di Amerika, misalnya,  sejak tahun 2000 sampai tahun 2024, telah terjadi insiden  penembakan sebanyak 574 kali, dengan 462 korban tewas (termasuk pelaku) dan 844 terluka (termasuk pelaku) (list of school shootings in America, wikipedia, org). 

 

 Di Eropa, ada 86  jumlah insiden penembakan, yang menyebabkan  543 orang tewas (termasuk pelaku) dan 1059 terluka (termasuk pelaku) (list of school shootings in Europe, wikipedia, org). 

Tags :
Kategori :

Terkait