Libatkan Pemangku Kepentingan Penuhi Target NZE

Libatkan Pemangku Kepentingan Penuhi Target NZE

<strong>diswaysulsel.com, JAKARTA</strong> -- Pemerintah menyatakan kebutuhan dana untuk mencapai target nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat harus melibatkan para pemangku kepentingan. Besaran dana yang dibutuhkan atau disiapkan untuk mencapai target penggunaan energi bersih itu harus berdasarkan konsensus, bukan perhitungan pemerintah semata. "Jadi bukan hanya konsensus satu pemerintahan saja, apalagi hanya kemudian ditanya pemerintah menyiapkan budget-nya berapa? Itu pertanyaan yang terlalu sempit," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu. Hal itu disampaikannya dalam Tempo Energy Day hari ketiga sesi I bertajuk Pembiayaan Produk Energi Bersih, yang disiarkan secara langsung di Youtube Tempo Media, di Jakarta, dikutip Senin (24/10/2022). Menurut Febrio, pemahaman memenuhi kebutuhan dana untuk merealisasikan NZE perlu sama-sama dibentuk karena kekhawatiran dampak perubahan iklim sangat besar. Risiko yang sama juga dihadapi banyak negara lain, tidak hanya Indonesia. Dampak perubahan iklim kini sudah dirasakan dari munculnya fenomena heat wave di berbagai belahan dunia, termasuk negara-negara maju dan berkembang. "Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan risiko climate change paling besar. Sebagai negara kepulauan dengan 17 ribu pulau, kenaikan suhu permukaan bumi berdampak negatif bagi masyarakat, curah hujan, panen, dan bagi perekonomian Indonesia," ujar Febrio. Dalam rencana aksi penurunan emisi karbon, kata Febrio, target NZE pada 2030 dinaikkan menjadi 31,9 persen yang menyasar dua sektor utama. Kedua sektor tersebut adalah, kehutanan dengan target pengurangan 500 juta ton emisi karbon dan sektor energi dan transportasi sebesar 358 juta ton. "Dua sektor ini saja sudah mencapai lebih dari 97 persen dari target," tuturnya. Selama ini, emisi karbon terbesar berasal berasal dari kelistrikan sebanyak 62 persen disumbang dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau pembangkit batu bara. Untuk itu diperlukan upaya untuk mengurangi penggunaan PLTU diiringi dengan pembiayaan kompensasi dari masa operasi yang berkurang. “Kalau pembangkit sisa (operasi) 25 tahun, kami tawarkan pembiayaan yang lebih murah untuk working kapital berapa tahun dia bisa memotong masa operasinya," kata Febrio. Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri, Alexandra Askandar, mengakui terjadi peningkatan pembiayaan hijau. Dia mengungkapkan untuk mengejar target sebesar 31,9 persen penurunan emisi pada 2030 butuh sekitar 381 miliar dolar AS atau Rp 4.000 triliun. "Itu angka yang sangat besar," ujarnya. Alexandra melihat prospek pembiayaan hijau akan bagus seiring dengan meningkatnya inisiatif dari berbagai kementerian, investor, lembaga keuangan dan pelaku usaha. Bank Mandiri, kata dia, telah menyalurkan portofolio berkelanjutan sebesar Rp226 triliun selama semester pertama tahun ini. Adapun portofolio hijau yang sudah tersalurkan sebesar Rp 105 triliun atau 11,8 persen dari total portofolio kredit perseroan. Pembiayaan hijau yang dikucurkan untuk sektor perkebunan berkelanjutan, seperti sawit yang sudah tersertifikasi. Sektor lain adalah untuk energi baru terbarukan seperti hydropower, geothermal, power plant dan clean transportation untuk infrastruktur MRT. "Termasuk ekosistem kendaraan listrik dan bahan baku baterai dan komponen kendaraan listrik," kata Alexandra. (*)

Sumber: