Pemprov Sulsel Diduga Tidak Patuh Putusan MA, Lahan Warga Masih Dikuasai
<strong>diswaysulselcom</strong> - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) dianggap tak menjalankan putusan pengadilan terkait lahan di Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar. Pasalnya, Mahkamah Agung telah memutuskan, lahan seluas 6.600 M2 yang berada sebelah utara Pembangunan Gedung Brigade Siaga Bencana (BSB) dinyatakan milik ahli waris Ahmad Daeng Sikki. Putusan MA terhadap objek perkara tersebut sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah dengan register perkara nomor: Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 902 PK/Pdt/2021. Dalam putusan tersebut tergugat dalam hal ini Pemprov Sulsel diminta untuk mengosongkan atau meninggalkan tanah objek sengketa dan menyerahkan kembali kepada para penggugat dalam keadaan kosong. Sehingga Pemprov dianggap tak boleh lagi membangun di atas lahan tersebut. Namun, kenyataannya, hingga saat ini Pemerintah Provinsi terus melakukan aktivitas pembangunan tambahan di area obyek. Berdasarkan data LPSE, Pemprov Sulsel menggunakan ABBD 2022 dengan nilai pagu 3.925 miliar untuk melanjutkan pembangunan Gedung Brigade Siaga. "Setelah ada putusan dari MA, dalam hal ini ahli waris mau meminta perlindungan hukum," ujar Kuasa Pendamping Ahli Waris, Yakobus, Senin, 21 November 2022. Yakobus menuturkan ahli waris sudah memperjuangkan haknya selama 14 tahun melalui proses hukum, hingga ada putusan MA sebagai dasar hukum. Namun ahli waris melihat ada bangunan baru yang sudah berkekuatan hukum. Yakobus pun meminta keadilan berdasarkan putusan MA (Nomor), agar Pemprov Sulsel mempertimbangkan hak-hak masyarakat yang telah berkekuatan hukum tetap. "Jadi kami minta keadilan berdasarkan putusan MA. Kedua, kami berharap mudah-mudahan Pemprov Sulsel melihat hak-hak masyarakat, dan saya yakin Pemprov tidak mungkin melihat masyarakatnya terlantar, apalagi sudah ada putusan Mahkamah Agung," jelasnya. Pihaknya juga telah meminta jawaban dari Biro Hukum Pemprov Sulsel, terkait putusan pengadilan tersebut yang telah berkekuatan hukum tetap. Kendati Pengadilan Negeri Makassar telah mengeluarkan keputusan eksekusi atau Aanmaning. "Tentu adanya Aanmaning ini maka putusan pengadilan ini sudah berkekuatan hukum tetap," terangnya. Hanya saja, kata dia, hasil pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan. Biro Hukum Pemprov Sulsel berdalih bukan pihak yang tergugat. Namun anehnya, Biro Hukum Pemprov Sulsel melakukan permohonan Peninjauan Kembali dengan bukti-bukti Pemprov Sulsel sendiri. Namun, Mahkamah Agung menolak permohonan Pemprov. Maka Yakobus menegaskan jika pihak ahli waris akan menyurat ke KPK, Jaksa Agung, Kapolri, Kemendagri dan DPR RI untuk meminta perlindungan hukum. Selain itu, Yakobus juga akan memohon ke MA terhadap surat panggilan teguran atau Aanmaning yang dikeluarkan PN Makassar namun tidak ditindaklanjuti. "Kami akan menyurat ke pemerintah pusat, baik itu KPK, MA, bahkan presiden untuk meminta hak dan perlindungan hukum," tuturnya. "Kami mempertanyakan kenapa PN Makassar mengabaikan keputusan MA. PN Makassar sudah mengeluarkan Aanmaning sebanyak dua kali tapi tidak taat melaksanakan putusan MA," sambungnya. Sementara, salah seorang keluarga Ahli Waris Rabiah, berharap Pemprov Sulsel bisa menghormati putusan pengadilan yang telah berstatus inkrah, dan menghentikan pembangunan di atas lahan milik ahli waris. "Kami berharap Pemprov Sulsel bisa menghormati putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, dan menghentikan pembangunannya. Kami berharap pemerintah bisa melindungi kami," tutupnya. Sejauh ini pewarta diswaysulselcom terus mencoba untuk mengkonfirmasi Biro Hukum Pemprov Sulsel terkait persoalan tersebut.
Sumber: