Deng Ical Diperiksa Maraton di Kasus PDAM
<strong>diswaysulselcom</strong> - Mantan Wakil Wali Kota Makassar, Syamzu Rizal alias Deng Ical diperiksa maraton oleh penyidik bidang tindak pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sulsel atas kasus dugaan tindak pidana korupsi di lingkup PDAM mengenai pembayaran tantiem, bonus, dan asuransi pensiun pegawai tahun 2016-2019. Pemeriksaan terhadap kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu berlangsung sekitar pukul 10.00 sampai 14.00 WITA, Senin, (17/4/2023). Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi mengatakan, selain Deng Ical, penyidik juga memeriksa mantan Plt. Direktur Umum PDAM Kota Makassar AY dan eks Plt. Direktur Teknik PDAM, W. "Pemeriksaan tiga orang saksi untuk melengkapi berkas perkara penyidikan tersangka HYL dan IA," kata Soetarmi. Selain itu dalam kasus ini, penyidik Pidsus juga telah menerima pengembalian kerugian negara sebesar Rp1.587.612.000. Pengembalian tersebut dilakukan oleh mantan pejabat di lingkup PDAM. "Uang pengembalian kerugian negara tersebut selanjutnya disita untuk dijadikan barang bukti dalam penanganan tindak pidana Korupsi penyalahgunaan dana kas PDAM Kota Makassar yang dititipkan oleh penyidik pada rekening pemerintah," tukasnya. Menurut Soetarmi, pemeriksaan terhadap Deng Ical ini merupakan pengembangan keterangan usai Kejati Sulsel menetapkan adik kandung Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Haris Yasin Limpo sebagai tersangka selaku mantan Direktur PDAM Makassar periode 2015-2019. Haris ditetapkan tersangka bersama mantan Direktur Keuangan PDAM, Iriawan Abadi yang sama - sama menjabat pada periode tersebut. "Inikan proses berjalan terus. Pastinya pemeriksaan saksi untuk menguatkan perkara ini," kata Soetarmi kepada awak media usai pemeriksaan Deng Ical. Diketahui, berdasarkan hasil audit penghitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Sulsel, bahwa dalam kasus ini terjadi kerugian negara sebesar Rp 20.328.619.975. Penetapan Haris dan Iriawan menjadi tersangka setelah penyidik mengantongi dua alat bukti. Sehingga dalam perkara ini penyidik menjerat kedua tersangka dengan Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) k 1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Dengan ancaman penjara 20 tahun. Di mana Haris dan Irawan dianggap tidak mengindahkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, Peraturan Daerah Makassar Nomor 6 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017. Kendati pembagian laba seharusnya berdasarkan rapat direksi yang disetujui oleh dewan pengawas kemudian ditetapkan oleh Wali Kota. Namun tidak pernah ada rapat pembahasan atau rapat direksi penetapan penggunaan dan pembagian laba. Serta tidak dilakukan notulensi sehingga tidak terdapat risalah rapat, melainkan pengambilan keputusan oleh direksi hanya berdasar rapat per bidang. Di mana jika membahas tentang keuangan, pembahasan tersebut hanya terdiri dari Direktur Utama dan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar. Meski PDAM Makassar mendapatkan laba, seharusnya perusahaan itu memperhatikan adanya kerugian. Dalam hal ini kerugian akumulasi sejak berdirinya perusahaan, sebelum mengusulkan untuk menggunakan laba. Sebab tersangka beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba. Sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggungjawabnya, melainkan tanggung jawab direksi sebelumnya, sehingga mereka berhak untuk mendapatkan untuk Pembayaran Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi yang merupakan satu kesatuan dari Penggunaan Laba yang diusulkan. Di sisi lain, terdapat Premi Asuransi Dwiguna Jabatan Bagi Walikota dan Wakil Walikota Makassar. Asuransi AJB Bumiputera diberikan berdasarkan Perjanjian Kerjasama PDAM Kota Makassar dengan Asuransi AJB Bumiputera. Namun tersangka berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan perundang-undangan bahwa Walikota dan Wakil Walikota sebagai pemilik modal ataupun KPM tidak dapat diberikan Asuransi tersebut oleh karena yang wajib diikutsertakan adalah Pegawai BUMD pada program jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga pemberian asuransi jabatan bagi wali kota dan Wakil Walikota tidak dibenarkan dengan dasar bahwa selaku pemilik perusahaan daerah pemberi kerja yang berkewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan bukan sebagai penerima jaminan kesehatan.***
Sumber: