Seret Nama Ilham Arief Sirajuddin, Kasus Dugaan Korupsi Lahan Sampah Jalan Ditempat
<strong>DISWAYSULSEL, MAKASSAR </strong>- Kasus dugaan tindak pidana korupsi pembebasan lahan persampahan di era kepemimpinan Ilham Arief Sirajuddin sebagai Wali Kota Makassar, 2012, 2013 dan 2024 terkesan jalan di tempat. Padahal kasus yang bergulir di Kejaksaan Negeri Makassar sejak 2021 lalu ini, statusnya telah naik ke tahap penyidikan. Namun belum ada tersangka. Perkembangan kasus tersebut masih sebatas pemeriksaan saksi - saksi. Awalnya kasus ini ditangani oleh Bidang Intelijen, kemudian dilimpah ke Bidang Pidana Khusus Kejari Makassar guna pengusutan lebih lanjut. Perlu diketahui, kasus pembebasan lahan ini penanganannya tergolong lamban dibandingkan beberapa kasus korupsi lainnya. Di mana, beberapa kasus yang belakangan diusut oleh Penyidik Pidsus Kejari Makassar, prosesnya lebih cepat. Misalnya, kasus dugaan korupsi pembangunan gedung perpustakaan Pemkot Makassar yang biayanya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), telah menetapkan mantan Kadis Perpustakaan, Tenri A Pallalo sebagai tersangka, meski penyelidikan baru dimulai awal 2023 Penetapan tersangka tersebut, lantaran pembangunan gedung perpustakaan berdasarkan laporan pemeriksaan oleh tim ahli konstruksi Universitas Hasanuddin ditemukan adanya ketidaksesuaian spesifikasi maupun volume bangunan yang ada dalam rencana anggaran biaya. Dari laporan tersebut terdapat selisih volume dan hasil analisa spesifikasi material dan bangunan sebesar Rp3 miliar. Namun kasus perpustakaan, berbeda dengan perkara pembebasan lahan persampahan yang telah menelan anggaran senilai Rp70 miliar lebih bersumber dari APBD Kota Makassar di era Ilham Arief Sirajuddin. Padahal berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-01.a/P.4.10/Fl.1/10/2022 Tanggal 4 Oktober 2022, ditemukan dugaan penyimpangan dalam Pembebasan Lahan Industri Pengelolaan Sampah pada Pemerintah Kota Makassar yang terletak di Kelurahan Tamalanrea Jaya, Kecamatan Tamalanrea, rentan waktu tahun anggaran 2012-2014. Kemudian berdasarkan hasil ekspose Kejari Makassar pada 16 Mei 2023 lalu terkait penanganan perkara tersebut, telah ditemukan perbuatan melawan hukum, sehingga ditingkatkan ke tahap penyidikan guna memperoleh dua alat bukti yang cukup. Di mana penganggaran pembebasan lahan persampahan yang dilakukan secara bertahap diduga bermasalah. Rinciannya, pada 2012 luas lahan yang dibebaskan 5.833 meter persegi dengan nilai Rp3.499.000.000, (DPA Rp. 3.520.250.000). Kemudian 2013, luas lahan yang dibebaskan adalah 65.186 meter persegi dengan nilai sebesar Rp39.111.600.000, (DPA Rp37.436.743.850). Lalu 2014, luas lahan yang dibebaskan 3.076 meter persegi dengan nilai sebesar Rp1.845.600.000 (DPA Rp30.050.400.000). Pembebasan lahan ini berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Makassar Nomor: 590.05/452/Kep.III/2012, tanggal 8 Maret 2012 tentang pembentukan panitia pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kota Makassar Tahun Anggaran 2012. Namun, terdapat indikasi kegiatan tersebut dilaksanakan tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Itu terlihat mulai dari perencanaan, penetapan lokasi, penyuluhan, identifikasi dan invetarisasi atas pengusaan tanah, penilaian harga tanah, musyawarah, pembayaran ganti rugi.Serta pelepasan hak sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 sebagai dasar pengadaan tanah bagi kepentingan umum pada masa itu. Adapun luasan secara keseluruhan lahan sampah yang hendak dibebaskan kala itu 12 hektare, tapi belakangan bermasalah, karena tak dapat disertifikatkan oleh Pemerintah Kota. Sehingga anggarannya habis dan lahan yang telah dibayarkan tak jelas statusnya. Fakta ini terungkap dari keterangan sejumlah saksi yang pernah dimintai keterangan oleh Bidang Intelijen Kejari Makassar. Antaranya pihak BPN Kota Makassar, di mana dalam proses pembebasan lahan tersebut Badan Pertanahan Nasional tidak pernah dilibatkan dalam proses pengadaan tanah. Padahal berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, Peraturan Presiden RI (Perpres) No. 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan Umum dan Peraturan Kepala BPN RI No. 5 tahun 2012 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan tanah, seharusnya ini Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar bertindak selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Selain itu, Pemkot Makassar di era IAS juga diduga tidak melibatkan jasa penilai atau penilai publik untuk menilai besaran ganti kerugian yang akan nantinya dibayarkan oleh instansi yang memerlukan tanah. Jasa penilai atau penilai publik tersebut ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah atau Kantor BPN Kota Makassar. Fakta lainnya, Pemkot Makassar pernah mengajukan permohonan untuk sertifikasi lahan yang telah dibebaskan seluas 12 hektare kepada BPN Kota Makassar berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Pemkot. Namun permohonan tersebut ditarik kembali oleh Pemkot lantaran tak dapat menunjukkan batasan-batasan lahan yang telah dibebaskan. Dikonfirmasi terkait perkembangan kasus tersebut, Kepala Seksi Intelijen Kejari Makassar, Andi Alamsyah enggan berkomentar lebih banyak. "Saya konfirmasi ke Pidsus dulu. Nanti perkembangannya kami sampaikan," singkat Alamsyah ketika dikonfirmasi mengenai progres kasus tersebut, Selasa, 30 Mei 2023. Direktur Pusat Kajian Advokasi dan Anti Korupsi, Farid Mamma berharap penyidik Kejari Makassar tak tebang pilih dalam mengungkap kasus yang sedang ditangani. Sehingga ia mengamini, Kejari Makassar dapat mengungkap terang benderang kasus ini. "Kasus dugaan korupsi perpustakaan sudah ada penetapan tersangka. Nah kasus korupsi pembebasan lahan industri sampah yang lebih awal diselidiki belum ada tersangkanya. Yah kita harap Kejari Makassar komitmen dalam pemberantasan korupsi," ujar Farid menandaskan. (bar)
Sumber: