Bulan Madu
<strong>Oleh: Dahlan Iskan</strong> <strong>SAYA</strong> ke Bandung kemarin. Masih lewat jalan tol. Kereta cepat Ya-Wan memang sudah selesai diuji coba, tapi baru diresmikan dua presiden pertengahan Agustus depan: Presiden Jokowi dan Xi Jinping. Di km 142 terlihat jalan layang kereta cepat itu mendekat ke jalan tol. Lalu berdiri sejajar mepet dengan jalan tol. Kalau kelak kereta cepat itu lewat seolah seperti berada di atas kepala kita. Rel layang itu terus di samping jalan tol sampai km 145. Lalu menyeberang di atas tol ke arah sisi kanan. Rel layang itu terus sejajar di kanan jalan tol sampai km 148. Lalu sedikit menjauh dari jalan tol. Melandai. Menurun. Di km 150 rel kereta cepat tidak lagi melayang di atas. Ia mendarat di tanah. Siap-siap memasuki stasiun terakhir Ya-Wan: stasiun Tegalluar. Dari stasiun pertama di Halim Jakarta, sampai stasiun terakhir Tegalluar, kereta cepat Ya-Wan berhenti dua kali: di stasiun Karawang dan Padalarang. Jarak totalnya Anda sudah tahu: 142,3 km. Waktu tes terakhir dua hari lalu, jarak itu ditempuh hanya dalam waktu 30 menit. Menko ''Teflon'' Luhut Binsar Pandjaitan ikut di dalam kereta itu. Kecepatan maksimalnya: 354 km/jam. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga ikut serta. Lalu menggunggah tulisannya di medsos. Menko Luhut hari itu berangkat dari kantornya di Jalan Thamrin Jakarta. Menko naik LRT ke stasiun Halim. Demikian juga Ridwan Kamil. Dari stasiun Halim ke Padalarang hanya 20 menit. Ke Bandung bagian barat bisa turun di sini: inilah perjalanan ke Bandung dalam 20 menit. Orang Bandung bagian timur bisa turun di stasiun terakhir Tegalluar. Jadi, tidak benar stasiun Bandungnya hanya di Padalarang. Begitulah yang dikesankan di medsos selama ini. Memang orang Bandung di pusat kota bisa merasa kurang praktis: masih jauh dari Padalarang maupun Tegalluar. Juga sama-sama ruwet. Apalagi pagi atau sore hari. Akhir pekan. Hujan. Macetnya tidak perlu ditulis lagi. Untuk tujuan tengah kota Bandung pilihan utama kelihatannya tetap lewat jalan tol. Apalagi segera ada tol Jakarta-Bandung yang baru. Yakni Jakarta-Cikampek II. Kini sedang dikerjakan. Orang Jakarta bagian selatan bisa lewat tol baru itu. Dari tol Simatupang langsung ke arah timur. Tembus di jalan tol Cipularang. Dengan demikian tidak perlu lewat tol Cawang-Bekasi-Cikampek yang padat itu –meskipun sudah ada tol layang MBZ di sampingnya. Bagi orang Jaksel, ke Bandung lewat tol baru itu bisa hemat waktu sekitar 30 menit. Ketika ke km 151 saya melihat stasiun Tegalluar itu belum selesai dibangun. Tapi sosok megahnya sudah kelihatan. Terlihat jelas dari jalan tol. Tidak sampai 200 meter dari km 151. Berarti begitu turun di stasiun Tegalluar nanti bisa langsung masuk tol Cipularang. Pun yang stasiun Halim. Bisa ke stasiun itu langsung dari jalan tol yang tidak jauh di timur Cawang. Koneksi stasiun dengan jalan tol sudah terpadu. Dari km 151 itu saya ke Ibis Trans Studio. Exit di Buah Batu. Jaraknya tinggal 6 km lagi. Tapi, ini Jumat petang. Akhir pekan. Gerimis. Untuk jarak 6 km itu perlu waktu 1 jam. Dan itu tidak ada hubungannya dengan kereta cepat Yajiada-Wanlong. Kalau pun Anda ke Bandung lewat tol, lalu exit di Buah Batu, akan mengalami siksaan yang sama. Dan itu tidak ada yang perlu disalahkan. Siapa pun wali kotanya, Buah Batu tetap saja seperti kepala batu. Simpang empatnya itu abadi sekali –ruwetnya. Mungkin ada makam keramat di situ dulu. Tidak ada satu wali kota pun yang berani bikin jalan layang di atasnya. Perencanaannya ada. Sejak lebih 15 tahun lalu. Jalan layangnya tidak kepalang tanggung. Dari Cibeureum sampai Cibiru. Sepanjang 10 km. Melintasi lebih 10 buah simpang empat. Termasuk melintasi satu simpang lima. Hebat sekali. Kemacetan simpang empat Buah Batu terselesaikan. Kalau terlaksana. Kelihatannya Bandung perlu wali kota sekelas teflon. Agar bisa ''memaksa'' pemerintah pusat dan gubernur Jabar untuk merealisasikan perencanaan lama itu. Apalagi dengan adanya stasiun baru Tegalluar itu kawasan Bandung timur akan lebih berkembang. Sudah ada stadion Bandung Lautan Api di seberangnya. Mapolda Jabar juga di situ. Masjid Al Jabbar juga di kawasan itu. Lalu, seperti ditulis Ridwan Kamil, dari Tegalluar ini kereta cepat akan diteruskan lebih ke timur. Ke arah Kertajati. Lalu ke timur lagi: sampai Surabaya. Kalau jalur kereta cepat itu sudah sampai Surabaya barulah terasa manfaat besarnya: Jakarta-Surabaya hanya 2 jam. Ya-Wan pun, siapa tahu, bisa mengikuti jejak sukses jalur rute terpendek di Tiongkok: Beijing-Tianjin. Itulah jalur kereta cepat pertama di Tiongkok. Antar dua kota besar yang berdekatan. Sukses besar. Kini jadwalnya tiap lima menit. Di sisi Beijing, stasiunnya juga sedikit di pinggir selatan kota. Disebut Stasiun Selatan (南站). Mirip-mirip posisi Halim di Jakarta Timur. Pun di sisi Tianjin. Juga mirip-mirip Padalarang. Di sana tidak ada satu kota yang sampai punya dua stasiun kereta cepat seperti Padalarang dan Tegalluar. Di seluruh kota di Tiongkok stasiun kereta cepatnya satu. Di pinggir kota. Kecuali Beijing. Di Beijing memang ada tiga stasiun kereta cepat. Tapi tidak terhubung di satu jalur seperti Padalarang-Tegalluar. Stasiun Selatan itu khusus untuk pemberangkatan dan ketibaan jurusan timur dan tenggara. Stasiun Barat untuk jurusan barat dan barat daya. Stasiun Utara untuk jurusan utara dan timur laut. Lalu di berbagai kota itu saling berjejaring. Kelak pun, setelah kereta cepat sampai Surabaya dan jadwalnya tiap 30 menit, bisa diatur bergantian. Yang satu hanya berhenti di Padalarang tanpa berhenti di Tegalluar. Satunya lagi berhenti di Tegalluar tanpa berhenti di Padalarang. Agar tidak banyak berhenti. Kini Indonesia kembali masuk peta dunia. Sampai Singapura heboh. Malaysia heboh. Pun Thailand dan Vietnam. "Indonesia punya kereta cepat". Baru Indonesia yang bisa. Mengalahkan negara mana pun di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Maka seberapa molor pun pengerjaan kereta cepat ini akhirnya terwujud. Heboh kemahalan, heboh rute, heboh pinjaman, akan tertutup oleh suasana bulan madu. Setidaknya selama bulan madu. Apalagi bulan madunya panjang: tiga bulan. Selama 90 hari itu siapa pun boleh naik Ya-Wan secara gratis. Bukan main. Sejak Agustus sampai Oktober. Begitulah keterangan Ridwan Kamil. Saya tidak akan mendaftar. Agar saya tidak mengambil jatah Anda. Toh saya sudah sering menjalani bulan madu seperti itu. Saya usul: beri prioritas untuk pengantin baru. Dan para veteran perang kemerdekaan. (<strong>Dahlan Iskan</strong>)
Sumber: