Bos Kosmetik Ilegal Dituntut Rendah

Bos Kosmetik Ilegal Dituntut Rendah

<strong>DISWAY, MAKASSAR --</strong> Bos produk kosmetik ilegal NRL, Muhammad Noor Iksan (MNI) divonis rendah Pengadilan Negeri Makassar pada 15 Agustus 2023 lalu. Ia hanya dikenakan denda Rp30 juta, subsidaer 3 bulan penjara. Vonis rendah ini pun menuai kontroversi. Pasalnya, kasus ini terkesan tegas di awal. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa MNI dengan dakwaan yang berat. Dakwaannya diketahui diduga kuat sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 Ayat (2) dan Ayat (3) UU RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. JPU bahkan menunjukkan bukti cukup kuat, diantaranya bahan-bahan racikan, botol pot tempat NRL dan juga paket alat cetakan NRL. Hanya saja, saat tuntutan JPU justru melunak apa yang selama ini dibuktikannya. Dalam tuntutan berdasarkan situs resmi Pengadilan Negeri Makassar, 17 Juli 2023 JPU hanya menjatuhkan tuntutan dengan pasal kedua, pasal 198 UU RI Nomor 36 Tahun 2009. Menyatakan terdakwa MNI terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Setiap Orang, yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktek kefarmasian” sebagaimana diatur dalam dakwaan Pasal 198 UU RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa MNI dengan pidana denda sebesar Rp. 50.000.000.- (lima puluh juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan penjara. Hal ini jelas mempengaruhi putusan yang juga terbilang sangat rendah. Yakni denda 30.000.000,- subsidair 3 bulan penjara. Menyatakan terdakwa MNI terbukti bersalah melakukan tindak pidana setiap orang, yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktek kefarmasian sebagaimana diatur dalam dakwaan Pasal 198 UU RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa MNI dengan pidana denda sebesar Rp. 30.000.000.- (Tiga puluh juta rupiah) subsidair 3 (Tiga) bulan penjara. Jaksa Penuntut umum kasus ini Nur Fitriani saat dikonfirmasi mengatakan jika dalam perkara ini tidak dapat dibuktikan produksi produk yang dituduhkan. Bahkan vonis bertolak belakang atau mengabaikan pendapat Ahli Irda Rezkina Azis, S.Farm., Apt yang dihadirkan JPU. Ahli menilai perbutan terdakwa dalam meracik kosmetik paketan ekonomis merek NRL termasuk dalam kategori memproduksi. Dia juga menilai hal itu tidak sesuai dengan prinsip cara pembuatan kosmetik yang baik dan bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar kegiatan usaha dan produk pada penyeleggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan serta Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 25 tahun 2019 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik. "Perbuatan terdakwa MNI dalam meracik sendiri kosmetik, terdakwa juga tidak memiliki keahlian dan kewenangang merupakan Perbuatan yang melanggar Pasal 196 dan Pasal 198 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan," terang Ahli Irda Rezkina dikutip dari laman SIPPN Makassar. Namun keterangan ahli sama sekali tak dijadikan pertimbangan. JPU hanya menjatuhkan pasal rendah pasal 198 UU No 36 Tahun 2009. Itupun dengan sanksi yang dipangkas dari ketentuan pasal 198. "Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)" Hal ini pun menjadi sangat disesalkan, tuntutan yang rendah dan hanya menjatuhkan sanksi denda Rp 30 juta."Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa MNI dengan pidana denda sebesar Rp. 30.000.000.- (Tiga puluh juta rupiah) subsidair 3 (Tiga) bulan penjara," demikian petitum yang juga dikutip dari SIP-PN Makassar. Ahli Pidana Dr Amir Madeaming menyayangkan tindakan Jaksa Penuntut umum. Ahli kata dia, dihadirkan untuk memperkuat dakwaan Jaksa dan bertugas untuk meyakinkan hakim atas dakwaan. Mereka dibayar dari anggaran negara untuk memberikan keterangan sesuai dengan apa yang akan dibuktikan oleh Jaksa. Keterangan ahli menurut Dosen pengajar di Fakultas Hukum Institut Andi Sapada Parepare itu, menjadi satu bukti yang penting. Apalagi ahli tersebut merupakan orang yang memiliki kompetensi, keahlian dalam suatu bidang tertentu dalam konteks yang tidak diketahui Jaksa ataupun hakim. "Jadi sudah seharusnya Jaksa mendasarkan tuntutannya juga dari keterangan ahli. Bagaimana mau meyakinkan hakim kalau dasar itu saja diabaikan, itukan bagaimana jadinya," ungkap Dr Amir. Olehnya itu, ia melihat sikap Jaksa yang terkesan setengah hati menyakinkan hakim, maka tentunya tak bisa disalahkan jika hakim pada akhirnya menjatuhkan vonis ringan. "Hakim dimana-mana akan memutuskan suatu perkara berdasarkan tuntutan dan pembelaan para pihak. Jadi kalau sikap Jaksa saja seperti itu tentu jangan salahkan hakim," pungkasnya. Diketahui terdakwa Muhammad Noor Iksan memang sempat viral di Makassar usai sebuah ruko di Jalan Pajjukukang, Ruko OrangeKel. Barombong Kec. Tamalate Kota Makassar digeledah polisi. Dari sana ditemukan barang bukti berupa : 20 (dua puluh) Picis Cream Natural Temulawak, 15 (lima belas) picis Toner Temulawak, 20 (dua puluh) Batang Sabun Papaya, 13 (tiga belas) picis RDL Facial Papaya Extract, 20 (dua puluh) Dos Suplemen Merek Nature E, 1 (satu) Buah Baskom tempat campuran bahan kosmetik, 1 (satu) dos wadah/botol atau Pot tempat NRL, 1 (satu) Dos plastik klip tempat NRL, 1 (satu) jerigen kecil minyak sablon merek sankyo, dan 1 (satu) paket alat cetakan NRL. Hasil interogasi saat itu, Mohammad Noor Iksan mengakui jika dirinyalah yang meracik Kosmetik NRL paketan ekonomis yang tidak memiliki izin dari BPOM. Paketan ekonomis yang di racik sendiri oleh terdakwa terdiri dari Skin Care New Toner merek NRL, Facial Wash merek NRl, Cream Day merek NRL, Crea Night merek NRL dan Sunblok merek NRL. (BAR)

Sumber: