Kasus Dugaan Mafia Tanah, Pakar Hukum: Kalau Berkas Lengkap, Harus Disidangkan

Kasus Dugaan Mafia Tanah, Pakar Hukum: Kalau Berkas Lengkap, Harus Disidangkan

<strong>DISWAY, MAKASSAR</strong> - Putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bersifat administratif, sehingga tidak boleh menghalangi proses hukum pidana berjalan dan pembuktian di pengadilan umum. Hal tersebut diungkap pakar hukum pidana dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Syukri Akub, menanggapi langkah kejaksaan yang membatalkan pelimpahan berkas perkara pidana yang proses penyelidikan dan penyidikan telah selesai di kepolisian. "Kalau polisi menemukan dua alat bukti, menemukan indikasi terjadinya tindak pidana, maka putusan PTUN tidak boleh menghalangi jaksa untuk melakukan pembuktian terjadinya kejahatan di pengadilan," ungkap Prof Syukri Akub, Kamis (28/9/2023). Diketahui, kejaksaan menolak untuk melimpahkan kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat tanah atau penyerobotan tanah di daerah Jalan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar, dengan tersangka Ali Pangerang cs ke pengadilan. Alasannya, terdapat putusan PTUN dengan Nomor: 38/G/2022/PTUN. Mks tertanggal 18 Agustus 2022. Di mana PTUN membatalkan sertipikat kepemilikan lahan yang sebelumnya telah diklaim Ali Pangerang. "Kalau kepolisian menemukan bukti terjadinya tindak pidana, harus dibuktikan di pengadilan. Putusan PTUN itu sifatnya administrasi, terjadinya kejahatan juga harus dibuktikan. Adanya putusan PTUN tidak menjadi halangan," terang pakar hukum pidana Prof Syukri Akub. Perkara Ali Pangerang telah dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), namun tersangka tidak kooperatif sehingga Ali Pangerang ditangkap setelah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Kendati kemudian dibebaskan karena kejaksaan enggan melimpahkan perkara ini ke pengadilan. "Perkaranya sudah P21 atau dinyatakan lengkap," ungkap Wakasat Reskrim Polrestabes Makassar, AKP Harjoko beberapa waktu lalu. Diketahui, Ali Pangerang ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polrestabes Makassar melalui surat nomor BP/84/X/2022/Reskrim. Ali disangka melanggar Pasal 263 Ayat 1 KUHP atau Pasal 263 Ayat 2 dan Pasal 167 Ayat 1 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Penetapan tersangka Ali Pangerang oleh penyidik Polrestabes Makassar setelah polisi melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan memeriksa sejumlah saksi. "Penetapan tersangka ini dilakukan setelah ditemukan alat bukti yang cukup dan dipastikan terjadinya tindak pidana," terang Hardjoko. Pasca ditetapkan sebagai tersangka oleh Polrestabes Makassar, Ali Pangerang bersama Mandacingi Dg Lewa mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Makasssar untuk menguji keabsahan penetapan dirinya sebagai tersangka. Akan tetapi, hakim tunggal yang mengadili perkara nomor 4/Pid.Pra/2022/PN Mks, Esau Yarisetau, menolak gugatan tersebut dan menguatkan penetapan status tersangka terhadap Ali Pangerang. "Menolak permohonan praperadilan dari pemohon (Ali Pangerang dan Mandacingi Dg Lewa), menyatakan penetapan tersangka para termohon adakah sah," demikian bunyi amar putusan yang dibacakan oleh Esau Yarisetau. Kasus ini bermula kala Ali Pengareng, Abdul Wahid dan Mandacingi Dg Lewa dilaporkan ke Polrestabes Makassar terkait dengan dugaan tindak pidana pemalsuan surat tanah atau penyerobotan tanah di daerah Jalan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar. Dalam perkara ini juga, Kantor Pertanahan Makassar telah melakukan pengembalian batas lahan yang diserobot oleh ketiganya. Sebelum melakukan penetapan tersangka, polisi juga telah melakukan gelar perkara khusus di ruang Ditreskrimum Polda Sulsel. Rekomendasinya juga ditemukan terjadinya tindak pidana. Dalam proses penanganan perkara ini, Ali Pangerang berupaya mangkir dari proses hukum yang tengah berjalan. ***

Sumber: