Blue Economy dan Transformasi Pembangunan Berkelanjutan Indonesia
<strong>Oleh:</strong> <strong>Imelda Islamiyati</strong> <strong>DALAM</strong> diskurus public terutama model Pembangunan ekonomi modern seperti blue economy dan transformasi pembangunan berkelanjutan tengah didiskusikan oleh banyak lapisan. Memang, lahirnya peradaban modern ternyata memiliki implikasi yang sangat luas terhadap kelestarian lingkungan, keberlanjutan pembangunan dan kelangsungan kehidupan umat manusia. Hal tersebut ditandai seperti kegagalan teknologi, kerusakan lingkungan, kemarau panjang, polusi udara, perubahan iklim dan sejumlah kejadian-kejadian tragis kemanusian lainya. Kesemuannya itu merupakan ancaman nyata yang segera dicarikan jalan keluarnya. Secara geometris, populasi manusia berkembang pesat, sementara daratan mengalami erosi, petani mengalami panen gagal, hutan rusak parah, spesies terancam punah, bencana alam dimana-mana, suplai air bersih berkurang, perikanan menurun akibat illegal fishing dan pencemaran perairan, kris pangan global, dan polusi mengancam kesehatan manusia dan daya tahan umat manusia kontemporer. Perkembangan teknologi dan industrialisasi tidak hanya mengisahkan cerita manis bagi lomptan pembangunan bangsa. Akan tetapi transformasi dan industrialisasi dengan tidak menghiraukan “Blue Economy” yang digadang-gadangkan tersebut pada kenyataannya melanggar prinsip kelestarian lingkungan secara global. Mencermati sejumlah problem kenegaraan tersebut, mungkinkah paradigma "Pembangunan Berkelanjutan (Sustanability Development)” akan menjadi alternatif Pembangunan Indonesia Masa Kini dan Mendatang? Paradigma yang ditawarkan oleh Negara-negara dunia tersebut tentu selaras dengan konsep umum bernegara dan tujuan utama bernegara, begitupun dalam konteks Indonesia. Sesungguhnya negara merupakan suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat untuk mengatur dan serta memberikan penghidupan dan kehidupan bagi rakyat yang dilindunginya. Hal ini selaras dengan visi dan misi abadi bernegara Indonesia yakni “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Seperti kita ketahui, Indonesia merupkan salah satu di antara banyak negara yang mendukung implementasi konsep pembangunan berkelanjutan. Langkah tersebut harus diyakini sebagai tindakan konkret. Sebab, Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki garis pantai yang panjang dan keanekaragaman hayati yang kaya, sebagian besar perdangangan global mencapai 80% bergantung pada jalur maritim untuk mengangkut barang sehari-hari. Dari persentasi tersebut sekitar 60% pengiriman dan perdagangan melalui laut melewati perairan Indonesia. Apabila kita membaca Peta Jalan Indonesia Emas 2045 menuju 100 Tahunya bangsa ini Merdeka tentu telah berjalan selaras dengan target SDGs terutama point ke-14 yang berkaitan dengan kehidupan di bawah permukaan air, pemanfaatan laut, melindungi lingkungan laut dan sumber daya kelautan secara berkelanjutan dengan menawarkan konsep "Blue Economy"atau dikenal dengan "Ekonomi Biru" sebagai metode pendekatan yang lebih efektif. Hal ini disebabkan oleh usaha untuk mengatasi tantangan ekonomi global, yang saat ini sering mengandalkan pola manajemen yang merusak dalam sektor Kelautan dan Perikanan yang masih belum dioptimalkan. Transisi ke ekonomi biru menjadi peluang baru untuk meningkatkan pertumbuhan PDB demi mengatasi status berpendapatan menengah alias jebakan ekonomi menengah atau bahkan bawah yang masih melekat di beberapa negara ASEAN termasuk Indonesia. Ekonomi biru juga sekaligus mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals. Konsep blue economy nantinya akan menjadi sumber pertumbuhan baru bagi Indonesia untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045. Kendati demikian, saya terkadang bertanya-tanya, mengapa Indonesia Emas harus terjadi pada 2045? Mengapa tidak disiapkan dan diterapkan sekarang? Terlepas dari pertanyaan dasar tersebut, akan tetapi sebagai suatu bangsa kita harus menatap secara optimis bahwa dengan blue economy yang berbasis pengetahuan, Indonesia dapat menciptakan kesejahteraan sosial-ekonomi, memastikan kawasan laut yang sehat, dan memperkuat ketahanan bagi generasi saat ini dan menatang. Sebagian pakar ekonomi berpandangan, pengembangan konsep blue econmy sendiri harus mengacu pada dua prinsip penting: <strong>Pertama</strong>, efisiensi alam, di mana ekonomi biru meniru ekosistem alam dan ini bekerja sesuai dengan apa yang ditawarkan alam secara efisien, memperkaya daripada menguranginya. <strong>Kedua </strong>adalah zero waste, artinya, limbah dari satu sumber dapat menjadi makanan atau sumber energi bagi sumber lain, memungkinkan sistem biologis ekosistem menjadi seimbang dan berkelanjutan. Kendati demikian, peluang ekonomi biru ini tidak selesai dalam konsep, akan tetapi harus dieksekusi secara baik dan benar dalam kebijakan dan desain Pembangunan bangsa linstas sectoral. Menurut kami, ini adalah segmen perekonomian Indonesia yang luas dan tentu akan bergerak secara cepat kedepannya karena sejauh ini langkah-langkah signifikan yang dilakukan pemerintah seperti melakukan modernisasi dan diversifikasi. Bersamaan dengan sektor-sektor tradisional, sektor-sektor inovatif juga terus berkembang dan berkembang seperti energi terbarukan laut, bio-ekonomi biru, bio-teknologi dan desalinasi. Kesemuan agenda tersebut sehingga memberikan prospek baru dan menciptakan lapangan kerja. Perekonomian biru juga terhubung dengan perekonomian darat melalui jaringan spin-off dan rantai pasokan. (<strong>Imelda Islamiyati</strong>)
Sumber: