“Jujur Yang Mulia, tindakan kami untuk terkait sidang mediasi itu murni dilandasi oleh surat dinas KPU RI dan surat dari KPU Provinsi. Karena ada gugatan dari calon. Karena kan waktu itu kami TMS-kan, kemudian calon memasukan gugatan ke Bawaslu. Atas dasar itulah kami melakukan konsultasi secara berjenjang,” jawab Irwandi Djumadi.
Kendati demikian, Majelis Hakim DKPP RI tetap mempertanyakan alasan KPU Palopo mengubah keputusannya untuk meloloskan berkas administrasi Trisal – Ome. Sebab, KPU Palopo memilih menggunakan surat pernyataan sekolah ketimbang Dinas Pendidikan.
“Ini semata-mata kekhawatiran kami karena ini menyangkut hak konstitusional warga negara, hak politik, sehingga kami sangat berhati-hati. Jadi terkait pemikiran kami bahwa biarlah proses ini mungkin lebih pada proses hukum yang menjalani itu,” terang komisioner KPU Palopo.
Namun, menurut Majelis Hakim DKPP hak konstitusional yang dimaksud oleh KPU Palopo hanya dapat diberikan kepada yang berhak. Sementara, secara syarat administrasi Trisal Tahir masih belum memenuhi syarat untuk mendapatkan hak mencalonkan sebagai calon wali kota Palopo.
Sementara, Junaid sebagai pihak pengadu mengatakan, KPU Palopo telah melakukan pelanggaran karena telah meloloskan pasangan Trisal Tahir - Akhmad Syarifuddin sebagai peserta Pilkada Palopo 2024.
Di mana pasca mediasi pihak Trisal bersama KPU dan Bawaslu Palopo, Junaid juga mengatakan hasil mediasi tersebut tak ada poin yang menyebut pasangan Trisal – Ome Memenuhi Syarat sebagai paslon Pilwali Palopo. Padahal, telah ada surat keterangan yang juga dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang menyatakan bahwa Trisal tidak terdaftar sebagai peserta UN tahun 2016.
“Dari sejumlah penjelasan tersebut sangat jelas bahwa komisioner KPU melakukan pelanggaran administrasi dan terkesan memihak pada Trisal-Akhmad karena mengabaikan surat dari Dinas Pendidikan dan Kemenristekdikti,” tegasnya.
Bukannya teguh pada pernyataannya, KPU Palopo malah mengubah status Trisal – Ome dengan menetapkan paslon tersebut sebagai calon wali Kota dan wakil wali kota Palopo, meskipun Berita Acaranya hanya ditandatangani 3 komisioner yang saat ini sebagai teradu.
“Pemohon kemudian memohon kepada DKPP RI untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan untuk memberi sanksi berat berupa pemberhentian terhadap teradu yakni Irwandi Djumadin, Abbas dan Muhatzhir. Memohon agar DKPP memeriksa dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu,” ucap Junaid.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Aminuddin Ilmar menilai, apabila Mahkamah Konstitusi menemukan adanya pelanggaran KPU Palopo yang tidak mematuhi rekomendasi Bawaslu untuk mendiskualifikasi pasangan Trisal – Ome, serta didukung bukti-bukti yang kuat, bukan hal mustahil g mendiskualifikasi pasangan tersebut tanpa adanya PSU.
“Bisa saja (langsung diskualifikasi). Jadi tergantung pada pandangan mahkamah melihat bahwa memang ada pelanggaran yang dilakukan oleh KPU, misalnya tidak keterpenuhan syarat, maka kemudian mahkamah bisa memutuskan pasangan pemenang kedua bisa jadi menang, dan mendiskualifikasi pasangan yang TMS itu,” jelasnya.
Perihal indikasi pelanggaran yang dilakukan KPU Palopo dengan tidak mematuhi rekomendasi Bawaslu untuk men-TMS-kan pasangan Trisal – Ome, Prof. Ilmar menyebut, itu bisa menjadi pertimbangan kuat majelis hakim mahkamah untuk mengeluarkan putusan.
“Dari awal sudah diwanti-wanti menyatakan bahwa pelanggaran pemilu yang disebabkan oleh penyelenggara Pemilu, maka hakim mahkamah tidak akan tanggung-tanggung memberikan hukuman,” sebutnya.
Menurut Prof. Ilmar, jika pelanggaran ditemukan pada penyelenggara Pemilu, kemungkinan majelis hakim mengabulkan gugatan lebih besar. Rekomendasi Bawaslu untuk men-TMS-kan pasangan Trisal – OME, kata dia, menjadi landasan kuat untu majelis hakim menganulir kemenangan pasangan tersebut.
“Itu kan bukti yang paling kuat sebenarnya (rekomendasi Bawaslu). Kalau Bawaslu sudah menyatakan ada pelanggaran kemudian KPU mengabaikan, ada kemungkinan mahkamah akan mengambil alih,” ucapnya.
“Lalu kemudian kalau mahkamah berpendapat bahwa KPU tidak menjalankan apa yang seharusnya dilakukan, ya pasti putusan mahkamah akan menyatakan mendiskualifikasi dan memenangkan pasangan calon nomor 2 misalnya,” tukas Guru Besar FH Unhas ini. (Reg/E)