Membangun Pabrik Perubahan Negeri

Jumat 26-09-2025,07:31 WIB
Oleh: Muh. Seilessy

 

Sementara, kelompok sosial yang lemah, dan bahkan cenderung menjadi pengganggu atau perusak modal sosial, mungkin juga akan kita temukan melalui interaksi intensif di lapangan. Kelompok sosial yang negatif, terjadi karena kontaminasi lingkungan sosial yang merupakan residu akibat tertinggalnya mereka dalam berbagai aspek pembangunan yang dilakukan selama ini. Budaya membuat kelompok sosial ditengah kehidupan rakyat, merupakan strategi adaptif setiap individu dan kelompok dalam mengatasi persaingan atau kompetisi hidup. Termasuk, kelompok sosial negatif itu. 

 

Dalam konteks seperti ini, sekali lagi pendekatan partisipatif menjadi solusi menemukan mereka. Partisipatif akan membawa pelaku pembangunan, melakukan interaksi yang intensif di lapangan. Interaksi yang intensif, selain membangun kepercayaan masyarakat, juga secara "snowboling" akan menemukan "champion" kelompok kegiatan dalam berbagai latar di masyarakat. 

 

Pembangunan partisipatif bukan hanya mendeliver atau mengantar atau membagi program saja, tetapi dengan pendekatan partisipatif dan interaksi intensif antara pelaku pembangunan dan rakyat, pada hakekatnya sebenarnya kita sedang melakukan transformasi mindset, transformasi kesadaran, transformasi kapasitas, transformasi pendekatan dan pengorganisasian masyarakat. 

 

Kekuatan modal sosial rakyat yang teroganisir dari jahitan modal sosial melalui proses "entry" pembangunan berbasis partisipatif akan melahirkan kekuatan jiwa dan semangat "merah putih" rakyat,  cinta tanah air negerinya, dan memiliki semangat rela berkorban dan mengabdi bagi pertiwi. 

 

Rakyat akan bersatu dalam pikiran, perasaan, langkah, walaupun berbeda -beda "Bhinneka Tunggal Ika". Rakyat akan  setia kawan, peduli, memiliki empati, toleransi,  merangkul, inovatif, kreatif, mau belajar dan menjadi pembelajar. Dengan modal sosial yang kuat, akan memudahkan " lingking capital" (network, kemitraan) dengan berbagai pihak secara pentahelix, dalam mendukung pembangunan wilayah berbasis kearifan lokal, atau yang biasa disebut "Small is Beatiful" secara berkelanjutan.  

 

Para pelaksana pembangunan, perlu memahami betapa berbahayanya bila program dirancang untuk branding keuntungan politik. Kita akan mengalami kegagalan membangun perubahan berkelanjutan. Mungkin keuntungan jangka pendek didapatkan. Tapi secara berkelanjutan, kita telah meracuni anak negeri,  rakyat kita tentang "budaya dekat penguasa" atau istilah lain "bekingan pusat".  

 

Kita telah menyaksikan, begitu banyak rakyat tertinggal, tak terperhatikan, hanya karena mereka tidak mendapatkan "bekingan pusat". Seringkali modal sosial yang tumbuh dari "maetro" pemimpin sebelumnya menjadi terbengkalai dan akhirnya redup dan mati suri. Bahkan, bila rakyat jarang dilibatkan dalam pembangunan maka  kesadaran dan pemahaman tentang kondisi lingkungan  wilayah sendiri, cenderung rendah. Akibatnya, muncul sikap acuh tak acuh, bahkan pesimis terhadap kondisi masa depan mereka. Pembangunan akhirnya mungkin dapat memperbaiki raga (fisik), namun jiwa rakyat tidak terbangun. Kita tidak menciptakan barisan yang kuat (persatuan), tetapi justru muncul masyarakat kerumunan. 

 

Kita berharap program "Astacita" atau secara khusus "PHTC" (Program Hasil Terbaik Cepat) seperti Program Koperasi Merah Putih dan Program Makan Bergizi Gratis dapat memperhatikan pendekatan implementasi program secara partisipatif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan  champion penggerak kegiatan yang ada di  desa/kelurahan titik implementasi program tersebut. 

Tags :
Kategori :

Terkait