Kejari Makassar Genjot Kasus Dugaan Korupsi Pembebasan Lahan Sampah di Era IAS

Kamis 13-04-2023,17:24 WIB
Reporter : admin
Editor : admin

<strong>diswysulselcom</strong> - Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Pidsus Kejari) Kota Makassar terus menggenjot pengusutan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan industri persampahan yang telah menelan anggaran Rp70 miliar lebih di era kepemimpinan Ilham Arief Sirajuddin (IAS) saat menjabat Wali Kota Tahun Anggaran 2012, 2013 dan 2014. Dalam kasus tindak pidana rasuah tersebut, sejauh ini penyidik telah memeriksa 12 orang saksi yang diduga mengetahui proyek pembebasan lahan yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Makassar itu. " Sudah 12 orang yang diperiksa," singkat Kepala Seksi Intel Kejari Makassar, Andi Alamsyah saat dikonfirmasi. Hanya saja ia enggan membeberkan lebih jauh menyoal hasil penyelidikan tersebut, termasuk fakta baru yang ditemukan oleh penyidik. Dia mengatakan, hasil tersebut baru ekspose ketika ditingkatkan ke tahap penyidikan. "Hasil penyelidikan nanti disampaikan kalo sudah ekspose perkara," sambungnya. Diketahui biaya puluhan miliar tersebut digunakan untuk pembebasan lahan persampahan seluas 12 hektare di Kelurahan Tamalanrea Jaya, Kecamatan Tamalanrea. Namun, belakangan lahan tersebut bermasalah lantaran tak dapat disertifikatkan oleh Pemerintah Kota Makassar. Kemudian anggarannya habis dan lahan yang telah dibayarkan tak jelas statusnya. Diketahui kasus tersebut awalnya ditangani Bidang Intelijen Kejari Makassar dan dilimpah ke Bidang Pidsus pada Desember 2021 lalu. Adapun dari hasil penyelidikan saat itu, ditemukan sejumlah fakta yang mengejutkan bahwa dalam kegiatan pembebasan lahan di era kepemimpinan IAS diduga kuat bermasalah. Sebab informasi yang dihimpun berdasarkan hasil pemeriksaan saat itu, saksi dari pihak BPN Kota Makassar mengungkapkan jika pihaknya tak pernah dilibatkan dalam proses pengadaan tanah. Sementara menurut ketentuan Undang-undang No. 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, Peraturan Presiden RI (Perpres) No. 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan Umum dan Peraturan Kepala BPN RI No. 5 tahun 2012 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan tanah, seharusnya Kepala Kantor Pertanahan setempat dalam hal ini Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar bertindak selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Jadi pemerintah kota di bawah kepemimpinan IAS melakukan pengadaan tanah sendiri tanpa melibatkan BPN. Padahal seharusnya BPN dilibatkan selaku Ketua Pengadaan Tanah sebagaimana regulasi yang ada. Selain itu dalam pelaksanaan pengadaan tanah diduga tidak melibatkan jasa penilai atau penilai publik untuk menilai besaran ganti kerugian yang akan nantinya dibayarkan oleh instansi yang memerlukan tanah. Jasa penilai atau penilai publik tersebut ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Sehingga penetapan jasa penilai atau penilai publik diduga tidak pernah ada, karena dalam kegiatan ini, juga diduga tidak ada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah yang dilibatkan, apalagi diketuai oleh Kepala Kantor BPN Kota Makassar. Fakta lainnya dari hasil penyelidikan oleh tim Intelijen Kejari Makassar saat itu ditemukan bahwa pemerintah pernah mengajukan permohonan untuk sertifikasi lahan yang telah dibebaskannya kepada BPN Kota Makassar berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Pemkot Makassar. Namun, permohonan tersebut ditarik kembali karena Pemkot Makassar tak dapat menunjukkan batasan-batasan lahan yang sebenarnya yang telah dibebaskan. Sehingga, sampai saat ini, Pemkot Makassar belum dapat menyertifikatkan lahan yang telah dibebaskannya tersebut. Bahkan pencabutan atau mematikan bukti hak milik dari pemilik tanah yang telah dibebaskannya itu ini juga belum dapat dilaksanakan.***

Tags :
Kategori :

Terkait