Pemilu Titipan di Sulsel, Integritas Goyah dan Demokrasi Rusak
![Pemilu Titipan di Sulsel, Integritas Goyah dan Demokrasi Rusak](https://sulsel.disway.id/upload/eec85db06ed95da120d7bb767e28aaae.jpg)
Ilustrasi Pilkada Titipan di Sulsel yang merusak demokrasi.--Istimewa--
MAKASSAR, DISWAYSULSEL - Pesta demokrasi yang seharusnya menjadi ajang perwujudan kedaulatan rakyat kini terancam akibat dugaan rendahnya integritas penyelenggara pemilu.
Terdapat indikasi komisioner yang duduk di lembaga penyelenggara pemilu lebih mementingkan kepentingan pihak yang mengendorse mereka, daripada menjaga netralitas dan profesionalisme.
Tidak sedikit penyelenggara pemilu diduga terafiliasi dengan organisasi masyarakat (ormas) maupun partai politik. Kondisi ini memicu goyahnya independensi dan kredibilitas proses pemilu di berbagai daerah.
Situasi tersebut diperparah dengan sejumlah kasus yang mencuat di Sulawesi Selatan pasca-Pilkada 27 November 2024 lalu. Salah satu yang menyita perhatian adalah kasus Pilwali Palopo, di mana tiga komisioner KPU diberhentikan karena tidak cermat dalam melakukan verifikasi administrasi kandidat.
Di mana, KPU Palopo meloloskan calon Wali Kota, Trisal Tahir yang diduga menggunakan ijazah palsu. Pasalnya, berdasarkan hasil sidang DKPP terhadap KPU Palopo, ijazah Trisal yang kabarnya dikeluarkan PKBM Yusha Jakarta tidak diakui Dinas Pendidikan hingga Kementerian.
Namun Trisal tetap lolos dan mencalonkan. Bahkan Trisal yang berpasangan Akhmad Syarifuddin berhasil meraih suara terbanyak. Spekulasi terhadap Trisal pun mulai bermunculan, lantaran ia didukung dua partai pemenang Pilpres, Gerindra dan Demokrat, sehingga memiliki power yang besar.
Sehingga isu proses rekrutmen bahwa penyelenggara Pemilu disebut-sebut telah diwarnai praktik transaksional dengan nominal fantastis, bisa benar adanya. Apalagi isu transaksional tersebut berasal dari mantan - mantan calon Komisioner Penyelenggara Pemilu.
Alhasil ini menimbulkan kekhawatiran demokrasi semakin terdistorsi oleh kepentingan kelompok tertentu dan praktik-praktik kotor. Akibatnya, proses demokrasi sudah tidak sehat.
Pengamat Politik Profetik Institut, Asratillah menilai, dengan banyaknya polemik yang melibatkan para penyelenggara Pemilu menandakan masih kurangnya integritas mereka dalam menjalankan proses demokrasi. Sehingga menurut dia, pembenahan mesti dilakukan dari hal yang fundamental, yakni pembatasan intervensi partai politik dalam tahapan perekrutan komisioner.
“Tergantung nanti dari Political Will (komitmen) Presiden Prabowo, artinya kalau misalnya nanti tiba masa seleksi anggota komisioner baru baik KPU maupun Bawaslu, Pak Prabowo mesti berani berkomunikasi dengan partai-partai, elit-elit politik agar bisa menahan diri,” terangnya, Minggu, 9 Februari 2025.
Asratillah mengatakan, isu intervensi partai politik atas perekrutan komisioner penyelenggara Pemilu ini sudah menguat bahkan sejak pemilihan Tim Seleksi (Timsel). Maka spekulasi yang mengatakan afiliasi para komisioner penyelenggara itu dengan parpol sebagai peserta kontestasi sulit dielakkan.
“Sangat santer kita dengar bahwa di Timsel itu si ini afiliasinya ke mana, kalau si fulan ke mana dan sebagainya. Artinya perekrutan Timsel itu harus berdasarkan kriteria yang jelas bahwa tidak terafiliasi dengan kelompok politik dan kepentingan manapun,” jelasnya.
Kalau misalnya Timsel steril, lanjut dia, maka penyeleksian anggota KPU dan Bawaslu baik di tingkat pusat hingga ke Kabupaten/Kota juga akan bersih. Namun jika pemilihan Timsel masih saja dicampuri kepentingan, tentu akan melahirkan para komisioner penyelenggara yang patut dipertanyakan.
“Kemudian anggota komisioner itu harus orang yang tidak terlalu memiliki berahi politik. Jadi menggunakan posisinya sebagai komisioner yang seharusnya netral sebagai instrumen politik, itu yang jadi soal,” lanjutnya.
Sumber: