MAKASSAR, DISWAYSULSEL - Pemungutan Suara Ulang (PSU) potensi dilaksanakan di sejumlah Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan.
Pasalnya, PSU di sejumlah daerah diduga terjadi kecurangan. Kondisi ini pun berpotensi membalikkan keadaan. Sekalipun sejumlah pasangan calon berdasarkan hasil quick count telah menang.
Apalagi di beberapa daerah hasil quick count atau hitung cepat pasangan calon hanya selisih tipis. Seperti di Jeneponto, pasangan nomor urut 2 Paris Yasir – Islam Iskandar dan Pasangan nomor urut 3 Muhammad Sarif Karaeng Patta – Moch. Noer Alim Qalby saling mengklaim kemenangan. Sebab kedua paslon tersebut hanya selisih tipis.
Dalam hasil quick count versi Script Survei Indonesia, pasangan Sarif – Qalby unggul tipis dengan angka 42,84 persen. Sementara, pasangan Paris – Islam hanya 40,69 persen.
Sedangkan dari kubu Paris-Islam juga mengklaim bahwa mereka yang unggul tipis berdasarkan hitung manual C-1 dengan jumlah suara 88.582. Sementara, pasangan Sarif-Qalby hanya memperoleh suara 87.748.
Kemudian di Pilwali Palopo, pasangan Trisal Tahir – Akhmad Syarifuddin unggul tipis dari rivalnya Farid Kasim Judas (FKJ) – Nurhaenih. Pasangan Trisal-OME dinyatakan unggul dengan total perolehan suara 33.933, sementara FKJ-NUR hanya mendapat 33.338 suara.
Lalu, pasangan Pilkada Toraja Utara nomor urut 2, Frederik Victor Palimbong (Dedy-Andrew) juga unggul tipis dari pasangan nomor urut 1, Yohanis Bassang-Marthen Rante Tondok (Ombas-Marthen). Pasangan Ombas-Marthen dikatakan mengumpulkan 61.098 suara atau 47,73 persen suara. Adapun lawannya, Dedy-Andrew berhasil mendapat 66.900 suara atau 52,27 persen perolehan suara.
Tentu dengan beberapa kasus unggul tipis tersebut, adanya PSU berpotensi mengubah peta kemenangan bagi kandidat tertentu.
Pakar Politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Sukri Tamma mengakui adanya potensi perubahan posisi kemenangan dan kekalahan kandidat akibat PSU. Hal itu dapat disebabkan beberapa faktor, dimana salah satunya adalah dengan kemungkinan pemilih yang berubah pilihan pada saat PSU.
“Toh tidak ada kewajiban bagi mereka untuk menyamakan pilihan dengan pilihan sebelumnya. Jadi memang barangkali yang tipis-tipis bedanya bisa saja kalah sebelumnya lalu menang setelah PSU, ataupun sebaliknya,” katanya, Minggu, 1 Desember 2024.
Pergeseran pemilih tersebut, kata Sukri, dapat terjadi karena adanya pergerakan tambahan dari para paslon pasca ditetapkan akan dilakukan pemungutan suara kembali. Kemudian sebelum PSU para kandidat melalui tim-timnya di bawah akan melakukan sosialisasi kembali atau bahkan penguatan basis.
“Kemudian di PSU ini memang ada gejala yang selalu muncul bahwa yang memilih tidak akan sama kembali jumlahnya, akan kurang dari jumlah sebelumnya. Karena misalnya ada orang yang sudah tidak libur lagi, atau orang malas lagi untuk datang, hal itu yang kemungkinan mengubah hasil dari PSU ini,” jelas Sukri Tamma.
Dekan FISIP Unhas ini mengatakan, adanya PSU ini cukup tricky alias sulit ditebak hasilnya. Apalagi pada beberapa daerah yang kandidatnya hanya berselisih tipis dari perolehan suara pada pemungutan suara sebelumnya.
“Kecuali ada memang pasangan yang kuat secara basis suara di situ. Tapi hasilnya memang tidak selalu menjamin akan selalu sama atau kecenderungan seperti sebelum PSU, karena adanya beberapa alasan di atas,” ujar Guru Besar Unhas ini.
“Yang terakhir saya kira, kemungkinan itu tidak akan terlalu signifikan apabila hanya terjadi di beberapa titik dan di situ sudah ada pasangan yang kuat secara basis. Jadi PSU hanya sekadar memastikan Luber Jurdil-nya karena sebelumnya terjadi kesalahan,” sambungnya.