Semrawut SPMB: Jumlah Sekolah Negeri Tidak Sebanding, Perlu Kolaborasi Swasta

Ilustrasi. --
DISWAY, SULSEL - Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang digunakan Dinas Pendidikan (Disdik) Sulawesi Selatan (Sulsel) masih saja berpolemik.
SPMB yang menggantikan Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dinilai kurang optimal mengakomodir para calon siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ingin bersekolah di sekolah negeri.
Kesemrawutan ini lantaran sistem SPMB menggunakan batasan kuota pada setiap jalur seleksinya.
Disdik Sulsel membagi jalur domisili, afirmasi, mutasi, dan prestasi yang masing-masing punya kuota tersendiri.
Berdasarkan Juknis SPMB Disdik Sulsel, pembagian kuota masing-masing jalur yakni, domisili 35 persen, afirmasi 30 persen, mutasi 5 persen, dan prestasi 30 persen.
Jumlah pendaftar untuk SMA Negeri melalui semua jalur SPMB ini membeludak, bahkan lebih dari setengah kuota yang disediakan.
Tim Juknis SPMB Disdik Sulsel, Muliayama Tanjung mengungkapkan, total daya tampung untuk SMA dan SMK se-Sulsel 126 ribu siswa.
"Kalau SMA saat ini, kita siapkan 80.040 kursi, kemudian untuk SMK 46.908 kursi tersedia. Total daya tampung 126.498. Sementara perkiraan tamatan SMP 109.440," katanya dikutip, Selasa, 27 Mei 2025.
Akan tetapi Mul, sapaan akrabnya, mengatakan khusus untuk wilayah Makassar tidak berimbang antara jumlah pendaftar dan kuota yang disediakan Disdik.
"Di Makassar tidak imbang, untuk SMA Negeri. Kalau Makassar daya tampung SMA Negeri hanya 8.508, pendaftar sudah 22 ribu lebih," ucapnya.
Sehingga berdasarkan data terbaru setelah pra pendaftaran SPMB, sebanyak 11.169 calon siswa yang terancam tak bisa masuk SMA Negeri di Makassar. Sementara yang akan mendaftar sebanyak 19.557 orang.
Pemerhati Pendidikan Adi Suryadi Culla mengatakan, persoalan kuota selalu menjadi polemik yang semestinya menjadi perhatian Pemerintah.
Mantan Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan ini menilai pemerintah belum antisipatif menghadapi lonjakan jumlah pendaftar setiap tahun. Padahal, polemik serupa terjadi setiap tahun.
“Memang sebetulnya polemik ini muncul karena keterbatasan daya tampung sekolah negeri. SPMB yang dulu dikenal dengan PPDB memang dirancang hanya untuk sekolah negeri. Padahal, jumlah sekolah negeri itu sangat terbatas, dan penyebarannya tidak merata di semua titik lokasi,” ujarnya.
Sumber: